ROMANTISNYA KEHIDUPAN RASULLAH
Dalam
bahtera keluarga, istri adalah teman hidup yang menempati posisi sebagai buah
bagi pohonnya, tangkai bagi bunganya, dan pelana bagi kudanya. Rasulullah
bersabda, “Dunia adalah kesenangan dan
sebaik-baik kesenangan dunia adalah istri yang saleh.” wow....amazing kan jika kita berhak mendapatkan kesenangan yang sempurna di dunia ini.
Rasullah Selalu memanggil para istrinya dengan panggilan mesra yang menyejukkan hati dan
menentramkan pikiran. Ini adalah bagian dari sifat romantisnya seorang rasul yang memiliki akhlaq dan perilaku yang
agung dan cemerlang. Suatu hari dipanggilnya Aisyah dengan sebutan “Humairaa” atau yang kemerah-merahan karena
cantiknya sang pujaan hati. Dan pernah pula beliau panggil dengan sebutan “Aisy” yang merupakan sebuah panggilan mesra. Pernah beliau
memanggil Aisyah dengan penuh kasih sayang, “Wahai Aisyah, ada salam dari Jibril untukmu.”
Perempuan mana yang tidak kepingin dan Hati
siapa yang berbunga-bunga dipanggil dengan penuh kelembutan dan kemesraan
seperti itu? Kemesraan Nabi Muhammad dengan istri-istrinya tidak hanya lewat
perkataan, tetapi juga dalam perbuatan. Nabi Muhammad sangat penuh kasih sayang
dalam memperlakukan istri-istrinya. Aisyah berkata,
“Pernah aku minum sedang aku waktu itu dalam
keadaan haid. Kemudian Rasulullah minum dari bekas tempat minumku dan bibirnya
diletakkan di tempat bibirku minum. Dan beliau pernah memakan daging bekas
gigitanku.” (H.R. Muslim)
Betapa
mesranya, makan sepiring berdua, minum secangkir berdua. Memang ada cerita yang
dibuat oleh kaum orientalis tentang kekasaran Rasulullah dengan para istrinya.
Namun, hal itu tidak perlu dipikirkan karena itu adalah fitnah dari mereka yang
sengaja mau merusak dan menjelek-jelekkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wassalam.
Di
banyak kesempatan beliau selalu menjelaskan konsep gender yang baru kebelakangan ini para aktivis feminim kembali mengangkat isu itu, walau terkadang banyak diantara mereka yang tidak faham konsep gender sebenarnya, Rasullah selalu mengatakan bahwa wanita dalam Islam mempunyai
kedudukan yang terhormat yang tidak tergantikan oleh laki-laki. Ketika Amru
ibnul Ash menanyakan kepada beliau tentang hal itu, beliau menjawab bahwa
sesungguhnya sayang dan cinta kepada istri tidak sedikit pun mengurangi
kewibawaan dan kedudukan suami. Diriwayatkan
pula bahwa Amru ibnul Ash bertanya kepada beliau, “Siapakah orang yang paling engkau
cintai ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Aisyah.” (Muttafaq ‘alaih). Jadi
barangsiapa yang ingin merasakan kebahagiaan rumah tangga, hendaklah meniru
Rasulullah dalam hal ini. Tentang bagaimana Rasulullah bermesraan dengan
istrinya, kita bisa melihat bagaimana Aisyah meriwayatkan tentang ini, “Saya sering mandi bersama dengan Rasulullah
dari satu bak.” (H.R Bukhari)
Hal
ini dilakukan oleh beliau untuk membahagiakan istri-istrinya, dengan segala
sesuatu yang dibolehkan agama. Dalam
kitab Musnad Imam Ahmad, Aisyah
meriwayatkan bahwa dia pernah berlomba lari dengan Nabi Muhammad. Aisyah
bercerita, “Aku mendampingi Rasulullah dalam sebuah perjalanan bersama para
sahabat. Waktu itu aku masih kurus. Tiba-tiba Rasulullah memerintahkan
rombongan untuk meninggalkan kami berdua. Maka tinggallah kami berdua di
belakang rombongan (pasukan). Setelah mereka jauh, Rasulullah berkata, ‘Mari
kita berlomba lari.’ Maka aku pun mendahuluinya. Beliau diam saja tidak
berkomentar, sedangkan aku senang karena menang. Sampai bertahun-tahun
berikutnya aku menjadi gemuk. Dan pada suatu kesempatan aku pun mendampinginya
dalam sebuah perjalanan. Beliau mengajakku lagi untuk berlomba seperti dulu.
Dan aku kalah karena gemuk. Melihat aku kalah, Rasulullah tertawa dan berkata, ‘Ini
untuk membalas kekalahanku yang dulu.’” (H.R.
Ahmad).
Masya Allah, inilah bentuk kemesraan yang sesungguhnya. Sebuah canda
lembut yang penuh perhatian. Kalau kita kaji lebih dalam lagi, riwayat tadi
agaknya menyentil egoisme kita yang kerap kali melupakan pentingnya menjaga
perasaan wanita yang halus dan lemah. Nabi Muhammad membawa istrinya ikut dalam
rombongan pasukan untuk menghibur hati yang tegang dalam menghadapi musuh.
Begitu juga, istri yang diajak perlu hiburan karena tidak terbiasa dengan
suasana perang. Jadi secara psikologis, tindakan Nabi Muhammad sangat manusiawi
untuk menghibur kepenatan dan keletihan di perjalanan.
Imam
Bukhari menceritakan, sewaktu Rasulullah pulang dari perang Khaibar dan membawa
tawanan wanita yang kemudian dinikahinya, yaitu Shafiyyah binti Huyay,
Rasulullah melingkari untanya dengan tabir agar Shafiyyah tidak kelihatan oleh
orang lain. Kemudian beliau berjongkok di samping untanya dan menyediakan
lututnya untuk pijakan Shafiyyah yang mau naik ke atas unta. Inilah salah satu
contoh sikap tawadhu’ beliau. Jadi janganlah kita menganggap bahwa
pekerjaan-pekerjaan yang kita anggap enteng seperti membuang sampah, menambal
baju, memperbaiki sendal, dan sebagainya mengurangi derajat seseorang. Tidak!
Bahkan sebaliknya, hal itu akan menambah kemuliaannya, terlebih lagi di mata
Allah.
TERIMA KASIH
..
.