BAGAIMANA PANDANGAN AGAMA TERHADAP PEMASANGAN BEHEL
Pemasangan kawan gigi atau behel (orthodontics) saat ini bukan demi
kesehatan semata. Behel sudah menjadi tren dan gaya hidup. Banyak kaum
hawa yang ikut-ikutan memasang behel meski tak ada kerusakan apapun pada
giginya. Bagaimanakah pandangan fiqh Islam tentang pemakaian behel
untuk tren?
Pemakaian behel yang seperti ini malah menjerumuskan diri sendiri
pada kemudharatan dengan alasan agar tampil cantik dan menarik. Firman
Allah SWT, "Jangan kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan."
(QS al-Baqarah [2]: 195). Jadi, memakai behel yang diyakini akan
menimbulkan mudharat (bahaya) pada diri sendiri adalah makruh bahkan
haram, tergantung dari tingkat mudharatnya. Di samping itu, Islam melarang umatnya yang suka ikut-ikutan tren
tanpa mengenal lebih jauh dampak positif-negatifnya. Apalagi tren dan
gaya hidup tersebut bukanlah berasal dari budaya Islami. Firman Allah
SWT, "Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya." (QS al-Isra [17]:36).
Para ulama juga menyebut tren merias gigi dengan behel serta
membumbuhinya dengan permata adalah tindakan mubazir dan
berlebih-lebihan. Pemasangan behel menelan biaya yang cukup mahal.
Apalagi jika dilekatkan batu permata dan berlian yang harganya sangat
mahal. Model berhias yang tak lazim seperti ini bisa jatuh para tindakan
tabzir (berlebih-lebihan).
Pemasangan Behel yang di benarkan
Pemasangan behel sebenarnya lebih untuk tujuan kesehatan dan
mengembalikan fungsi gigi. Misalkan untuk berbicara dan mengunyah
makanan. Jika gigi tersusun secara oklusi, yakni tutup-menutupnya gigi
atas dan bawah secara sempurna, maka tentu fungsinya pun akan optimal. Pemasangan behel adalah pekerjaan dokter spesialis gigi. Memang ada
unsur estetika yang diperhatikan. Tetapi unsur ini tidak boleh
mengganggu tujuan aslinya, yakni untuk kesehatan. Jika melihat tujuan aslinya yakni pengobatan, hal ini diperbolehkan
syariat. Bahkan orang yang mau berobat dari sakitnya mendapatkan
ganjaran pahala karena memenuhi anjuran Nabi SAW. Berdalil dari hadis
Nabi SAW, "Berobatlah wahai hamba Allah! karena sesungguhnya Allah tidak
menciptakan penyakit melainkan Ia telah menciptakan pula obatnya,
kecuali satu penyakit, yaitu tua." (HR Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi).
Profesi sebagai dokter gigi pun disebut sebagai profesi yang mulia.
Karena dokter menyembuhkan orang sakit serta mengembalikan kepercayaan
diri si pasien. Imam Syafi'i mengatakan, "Aku tidak tahu suatu ilmu
setelah masalah halal dan haram (ilmu Fiqih) yang lebih mulia dari ilmu
kedokteran." Demikian disebutkan dalam Atthib Minal Kitab was Sunnah
karya Al-Baghdadi (187). Adapun "bab taghyir li khalqillah" (mengubah ciptaan Allah
SWT), tidaklah termasuk dalam kategori ini. Orang yang punya gigi
tonggos kemudian berobat sehingga giginya normal adalah upaya
pengobatan. Hal ini boleh dan dinilai berpahala.
sumber : khazanah REPUBLIKA
TERIMA KASIH
..
.