MASIH MAU NGERAYAINNYA? BACA DULU
Tak terasa, hanya beberapa hari lagi tahun 2015 akan segera berakhir dan tahun 2016 akan segera di mulai. hal ini diangap oleh sebagai kalangan sebagai momen untuk berhura-hura dan mengembirakan, sehingga hampir semua hotel telah penuh dan semua tiket pesawat udah pada level harga maksimal. Di pihak yang lain, menganggap perayaan tersebut adalah perayaan yang
hanya menghabiskan waktu dan uang. Maka perlu bagi kita sebagai Umat
Islam bersikap kritis dengan apa
yang ada di sekitar kita.Berikut beberapa fakta sejarah tentang sejarah awal penanggalan Tahun Baru Masehi.
Kalender
Masehi atau Anno Domini (AD) dalam Bahasa Inggris adalah sebutan untuk
penanggalan atau penomoran tahun yang digunakan pada kalender
Julian dan Gregorian. Era kalender ini didasarkan pada tahun tradisional
yang dihitung sejak kelahiran Yesus dari Nazaret. Masehi dihitung sejak
hari tersebut, sedangkan sebelum itu disebut Sebelum Masehi atau SM
(BC-Before Christ). Perhitungan tanggal dan bulan pada Kalender Julian
disempurnakan pada tahun pada tahun 1582 menjadi kalender Gregorian.
Penanggalan ini kemudian digunakan secara luas di dunia untuk
mempermudah komunikasi. Kata Masehi (disingkat M) dan Sebelum
Masehi (disingkat SM) berasal dari Bahasa Arab (المسيح), yang berarti
“yang membasuh,” “mengusap” atau “membelai.” (lihat pula Al-Masih). Kata
ini dalam terjemahan Alkitab bahasa Arab dipakai untuk istilah Bahasa
Ibrani”Mesiah” atau “Mesias” yang artinya “Yang diurapi”. Dalam
Bahasa Latin penanggalan ini disebut “Anno Domini” (disingkat AD yang
berarti “Tahun Tuhan”) yang dipakai luas di dunia. Dalam Bahasa
Inggris pada zaman modern muncul istilah Common Era yang
disingkat “CE” (secara harfiah berarti “Era Umum”), sedangkan waktu
sebelum tahun 1 dipakai istilah “Before Christ” yang
disingkat BC (artinya sebelum [kelahiran] Kristus) atau Before Common Era yang disingkat “BCE”
Sejarah Tahun Baru Masehi
Tahun
Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM. Tidak lama
setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan
untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan
sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar
dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang
menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi
matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir. Satu tahun
dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan
Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai
pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu
hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa
menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum
Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan
namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti
dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan
Agustus.
Perayaan Tahun Baru
Tahun
baru pada 1 Januari telah dijadikan sebagai salah satu hari suci umat
Kristen. Namun kenyataannya, tahun baru sudah lama menjadi tradisi
sekuler yang menjadikannya sebagai hari libur umum nasional untuk semua
warga Dunia. Pada mulanya perayaan ini dirayakan baik oleh orang
Yahudi yang dihitung sejak bulan baru pada akhir September. Selanjutnya
menurut kalender Julianus, tahun Romawi dimulai pada tanggal 1 Januari.
Paus Gregorius XIII mengubahnya menjadi 1 Januari pada tahun 1582 dan
hingga kini seluruh dunia merayakannya pada tanggal tersebut.
Tahun Baru Telah Dihapus Rasulullah
Ketika
Nabi datang ke Madinah beliau mendapati mereka bersenang–senang
merayakannya dengan berbagai permainan, Nabi berkata: ‘Apa dua hari
ini’, mereka menjawab, ‘Kami biasa bermain-main padanya di masa
jahiliyah’, maka Rasulullah bersabda:
إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْر
Artinya: “Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian dua hari itu dengan yang lebih baik dari keduanya yaitu hari raya Idul Adha dan Idul Fitri.” (H.R. Abu Dawud)
Para pensyarah hadits
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dua hari yang sebelumnya mereka
rayakan adalah hari Nairuz dan hari Muhrojan yang merupakan hari pertama
dari Tahun Masehi. Di samping majusi, orang-orang Yahudi juga
punya kebiasaan merayakan awal tahun, sebagian sumber menyebutkan bahwa
perayaan awal tahun termasuk hari raya Yahudi, mereka menyebutnya dengan
Ra’su Haisya yang berarti hari raya di penghujung bulan, kedudukan hari
raya ini dalam pandangan mereka semacam kedudukan hari raya Idul Adha
bagi muslimin. Lalu Nashrani mengikuti jejak Yahudi sehingga
mereka juga merayakan tahun baru. Dan mereka juga memiliki
kayakinan-keyakinan tertentu terkait dengan awal tahun ini. Tidak
menutup kemungkinan masih ada umat-umat lain yang juga merayakan awal
tahun atau tahun baru, sebagaimana disebutkan beberapa sumber. Yang
jelas, siapa mereka?, tentu, bukan Muslimin.
Lebih dari itu,
ternyata perayaan tahun baru ini telah dihapus oleh Rasulullah Shallahu
Alaihi Wasallam, bukankah anda ingat hadits di atas ? Nabi menghapus
perayaan Nairuz dan Muhrojan dan mengganti dengan idul Fitri dan Adha. Lalu, kenapa muslimin menghidup-hidupkan sesuatu yang telah dimatikan Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, Allah Ta’ala mengganti (Abdala), konsekwensi dari kata Abdala (menggati) adalah benar-benarnya terhapus hari raya yang dulu dan digantikan dengan penggatinya, karena tidak bisa berkumpul antara yang menggati dan yang digantikan. Tapi, kenyataannya justru tetap saja umat ini merayakan tahun baru, melanggar sabda Rasulullah Shallahu Alaihi Wasallam. Sungguh benar berita kenabian Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam
« لَتَتَّبِعُنَّ
سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ ، وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ ، حَتَّى
لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ » .قُلْنَا يَا رَسُولَ
اللَّهِ ، الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ « فَمَنْ »
Artinya:“Benar-benar kalian akan mengikuti jalan-jalan orang yang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sehingga bila mereka masuk ke lubang binatang dhob (semacam biawak), maka kalian juga akan memasukinya. Kami berkata:Wahai Rasulullah Yahudi dan nashrani? Beliau berkata: Siapa lagi?.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Belum
lagi, apa yang mereka lakukan dalam perayaan tahu baru? Bukankan
berbagai kemungkaran yang sangat bertolak belakan dengan ajaran agama.
Kalau anda dari jenis orang yang pobhi dengan ajaran agama, saya
katakan, bukankah dalam acara itu banyak terjadi hal-hal yang
bertentangan dengan kesusilaan, abad, sopan santun, kehormatan jiwa dan
berbagai kemuliaan-kemualiaan yang lain.
Melihat fakta sejarah,
tidak salah apabila masyarakat Aceh baru-baru ini menutup rapat celah
bagi umat Islam untuk ikut merayakan atau sekadar untuk mengucapkan
“happy new year”. Pada kenyataannya, pada malam tahun baru dihiasi
dengan berbagai hiburan yang menarik dan sayang untuk dilewatkan.
Muda-mudi tumpah ruah di jalanan, berkumpul di pusat kota menunggu pukul
00.00, yang seolah-olah dalam pandangan sebagian orang “haram” untuk
dilewatkan. Pada saat lonceng tengah malam berbunyi,
sirene dibunyikan, kembang api diledakkan dan orang-orang menerikkan
“Selamat Tahun Baru”. Di negara-negara lain, termasuk Indonesia? Sama
saja!
Sumber ; Atjehcyber
TERIMA KASIH
..
.