KENAPA KITA TAKUT MATEMATIKA?
Matematika adalah pelajaran yang sangat dibenci oleh sebagian besar
pendduduk dunia di belahan manapun juga, dengan pelbagai alasan yang akan
diutarakan, jika kita bertanya kepada mereka, kenapa anda benci matematika? Mulai
dari alasan banyaknya rumus yang akan membuat full memori yang dimilikinya,
hingga faktor guru matematika yang katanya “galak”, “kiler”, dll. Bahkan ada
sebagian orang yang alergi dengan kata MATEMATIKA. Fenomena ini tidak hanya terjadi
di belahan dunia timur saja yang rata – rata negaranya masih dalam katagori
negara berkembang namun penyakit ini juga melanda negara – negara besar seperti
Amerika, dan negara – negara Eropa lainnya.
Dalam konteks keacehan penyakit ini akan dapat kita jumpai pada
hampir semua siswa – siswi yang sedang belajar baik pada sekolah dasar, sekolah
menengah, bahkan mahaiswa sekalipun. Hal ini disebabkan karena banyak diantara
mereka yang belum mengetahui hakekat dari matematika itu sendiri. Satu
pertanyaan yang sering kali muncul dari siswa – siswi di Nangroe Aceh
Darussalam “ peu matematik na tame lam kubu” (apakah matematik akan kita bawa
ke akhirat), fenomena ini adalah sebuah penyakit masyarkat yang terjadi dalam
lingkungan kehidupan kita sehari – hari. Pengajaran Matematika disekolah yang
hanya berorientasi pada nilai yang harus dicapai oleh siswa dengan standar
ketuntasan minimal (KKM) yang harus tuntas juga akan mempengaruhi parahnya
penyakit Math Phobia (ketakutan terhadap matematika). Namun demikian ada
sebagian kecil dari siswa – siswi baik di sekolah dasar maupun sekolah menengah
yang menyukai bahkan mencintai matematika, bagi mereka matematika itu adalah
sebuah kenikmatan, mereka rela menghabiskan waktu berjam – jam hanya untuk
menyelesaikan soal – soal matematika yang membuat mereka lupa pada waktu, hal
yang sama juga terjadi apabila kita bertanya kepada mereka, kenapa mereka
mencintai matematika? mulai dari suka ke guru yang mengajar matematika di
kelasnya hingga pemahannya akan filosofi matematika. Pada umumnya siswa – siswi
yang mampu menguasai Matematika maka dengan mudahnya mereka dapat menguasai
pelajaran – pelajaran yang lain.
Faktor Exam oriented (belajar untuk ujian) yang menjadi tolak ukur
pendidikan di Indonesia mengakibatkan tipe siswa pada kasus yang pertama akan
menjadi momok bagi guru yang mengajar Matematika karena tuntutan nilai tinggi
yang harus dicapai siswa sedangkan siswa
benci dengan pelajar tersebut, hal ini dikarenakan oleh Matematika sebagai
salah satu mata uji pada ujian nasional yang menentukan lulus tidaknya seorang
siswa. Soal yang akan di uji pada ujian akhir adalah soal yang berstandar
nasional yang terkadang guru Matematika sendiri merasa kualahan dengan soal –
soal yang dihadapkan dalam ujian tersebut. Permasaalahan ini juga menjadi salah
satu faktor penyebab penyakit math phobia dalam masyarakat makin parah.
Berdasarkan fenomena di atas maka tugas utama guru Matematika sekarang adalah
mengajarkan matematika sebagai tatanan kehidupan siswa, dengan cara
mengalaborasikan pengajaran matematika yang berbasis pada ujian akhir dengan
pengajaran matematik yang realistis, sehingga siswa – siswi tidak lagi merasa
sia – sia belajar matematika. Pengajaran ini bisa melalui internalisasi unsur –
unsur budaya lokal dan unsur religi dalam pengajaran Matematika di kelas. Di
saat siswa tidak lagi merasa Matematika sebuah hal yang sia – sia maka
diharapkan proses ini bisa menjadi terapi dalam proses penyembuhan penyakit
math phobia dala kalangan pelajar.
Hal lain yang membuat guru Matematika gerah adalah permintaan orang
tua, pemerintah, serta semua kalangan terhadap pencapaian nilai dalam ujian
nasional secara sepihak saja, dimana pihak sekolah ditutut seratus persen harus
mampu meluluskan semua siswa – siswinya. Berdasarkan hasil dari sebuah
penelitian faktor orang tua yang mengalami math phobia (ketakutan terhadap
pelajaran matematika) akan mewariskannya kepada anak – anak mereka.
Sebagaimanapun usaha guru dalam mengobati penyakit ini tanpa bantuan orang tua
dan lingkungan maka penyakit ini tidak akan terobati, dan akan berimbas pada
nilai ujian akhir nasional yang tidak mencapai batas angka kelulusan. Untuk
mengatasi permasalahan ini maka semua pihak harus bekerja sama dalam menumbuhkan
rasa kecintaan setiap anak – anak kita terhadap pelajaran matematika, sehingga penyakit
math phobia yang dialami siswa akan terobati, sehingga siswa mampu menguasai
semua konsep matematika sehingga tidak ada lagi permasaalahan pada saat ujian
akhir nasional nantinya..
Penyakit math phobia juga dipengaruhi oleh sinetron – sinetron dan film
– film yang menggambarkan sosok guru matematika yang kiler dan kejam, bahkan
yang lebih parah lagi siswa yang pandai matematika sering digambarkan dengan
sosok siswa yang culun, cupu, dan polos, sehingga siswa yang menjadikan film
dan sinetron sebagai patron kehidupannya akan melakukan hal yang sama dengan
apa yang diakukan oeh para pemain dalam film dan sinetron tersebut. Pola pikir
yang seperti ini pada tahap awal harus dihilangkan oleh semua pelajar untuk
memulihkan batinnya dari penyakit math phobia. Dalam permasaalahan ini maka
faktor orang tua adalah faktor utama yang mampu merubah pola pikir anak – anak
mereka, serta harus mampu mengawasinya selama berada di dalam rumah. Di samping
itu guru matematika harus bisa merubah imej yang sudah terbentuk dalam mind set
siswa dengan cara mencoba menciptakan suasana kelas yang kondusif bagi siswa,
sehingga siswa merasa nyaman dan tenang selama berada dalam kelas Matematika,
Hal ini bisa diciptakan dengan cara pengajaran Matematika tidak diajarkan dengan sangat serius,
pengajaran yang juga diselingi dengan humor, serta penerapan realistic
mathematic dalam proses belajar mengajar, dan guru matematika juga harus mampu
mengajarkan pelajaran Matematika dalam konteks Islam dengan cara islamisasi
pengajaran Matematika dalam kelas. Sehingga imej yang terbentuk dalam pikiran
siswa tentang guru matematika akan berubah. Ini adalah salah satu terapi yang
bisa menciptakan suasana yang nyaman dalam proses penyembuhan penyakit math
phobia.
Nilai akhir siswa pada Ujian Akhir Nasional (UAN) tidak bisa di
pikul oleh satu pihak saja, akan tetapi semua elemen harus mampu menjalankan
tugasnya masing – masing orang tua yang akan menjadi pengawas selama siswa
berada di luar jam sekolah, pemerintah harus mampu menyediakan segala fasilitas
yang diperlukan guru dan siswa dalam proses pencapaian nilai yang maksimum, dan
guru serta pihak sekolah harus mampu menjalankan fungsi dan tugasnya dalam
pencapaian nilai akhir tersebut, bukan “membodohkan siswa”. Dengan perpaduan
kerja yang seimbang antara semua pihak maka nilai akhir nanti akan tercapai
seperti yang diharpkan oleh semua pihak bukan hanya pada tataran harapan di
atas kertas, secara general hal ini akan mampu mengobati penyakit math phobia yang
sudah mendunia. Disamping pencapaian nilai akhir yang memenuhi standa nasional
pada hakekatnya pengajaranMatematika bukan hanya pada tahap kelulusan saja,
namun pengajaran matematika diharapkan siswa mampu mengaplikasikan sifat –
sifat matematis seperti jujur, adil, teliti. Serta terstruktur dalam kehidupan
sehari – hari. Hal ini tersirat dari setiap proses yang dilalui siswa dalam
proses belajar mengajar Matematika.
TERIMA KASIH
..
.